26 Feb 2012

Hukum Membalas Salam Non Muslim

Alhamdulillah, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Bagaimanakah hukum membalas salam orang kafir (ahli kitab maupun non muslim lainnya)? Dan bolehkah memulai mengucapkan salam pada mereka? Ada pula hadits yang menyebutkan bahwa jika kita berjumpa orang kafir, maka pepetlah mereka ke pinggir. Bagaimana penjelasan hal ini?

Thoyyib, ada sebuah riwayat yang menjelaskan masalah di atas. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تَبْدَءُوا الْيَهُودَ وَلاَ النَّصَارَى بِالسَّلاَمِ فَإِذَا لَقِيتُمْ أَحَدَهُمْ فِى طَرِيقٍ فَاضْطَرُّوهُ إِلَى أَضْيَقِهِ

Jangan kalian mengawali mengucapkan salam kepada Yahudi dan Nashrani. Jika kalian berjumpa salah seorang di antara mereka di jalan, maka pepetlah hingga ke pinggirnya.” (HR. Muslim no. 2167)

Memulai Salam pada Orang Kafir
Para ulama berselisih pendapat mengenai hukum memulai ucapan salam pada orang kafir dan hukum membalas salam mereka. Kebanyakan ulama terdahulu dan belakangan mengharamkan memulai ucapan salam. Imam Nawawi berkata, “Larangan yang disebutkan dalam hadits di atas menunjukkan keharaman, Inilah yang benar bahwa memulai mengucapkan salam pada orang kafir dinilai haram.” (Syarh Shahih Muslim, 14: 145).

Adapun memulai mengucapkan “selamat pagi” pada orang kafir, tidaklah masalah. Namun lebih baik tetap tidak mengucapkannya kecuali jika ada maslahat atau ingin menghindarkan diri dari mudhorot. (Keterangan dari islamweb)

Membalas Salam Orang Kafir
Mayoritas ulama (baca: jumhur) berpendapat bahwa jika orang kafir memberi salam, maka jawablah dengan ucapan “wa ‘alaikum”. Dalilnya adalah hadits muttafaqun ‘alaih dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمْ أَهْلُ الْكِتَابِ فَقُولُوا وَعَلَيْكُمْ

Jika seorang ahli kitab (Yahudi dan Nashrani) memberi salam pada kalian, maka balaslah dengan ucapan ‘wa’alaikum’.” (HR. Bukhari no. 6258 dan Muslim no. 2163)
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Anas bin Malik berkata,

مَرَّ يَهُودِىٌّ بِرَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ السَّامُ عَلَيْكَ . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « وَعَلَيْكَ » . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « أَتَدْرُونَ مَا يَقُولُ قَالَ السَّامُ عَلَيْكَ » . قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلاَ نَقْتُلُهُ قَالَ « لاَ ، إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمْ أَهْلُ الْكِتَابِ فَقُولُوا وَعَلَيْكُمْ »

Ada seorang Yahudi melewati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu ia mengucapkan ‘as saamu ‘alaik’ (celaka engkau).” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas membalas ‘wa ‘alaik’ (engkau yang celaka). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Apakah kalian mengetahui bahwa Yahudi tadi mengucapkan ‘assaamu ‘alaik’ (celaka engkau)?” Para sahabat lantas berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana jika kami membunuhnya saja?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jangan. Jika mereka mengucapkan salam pada kalian, maka ucapkanlah ‘wa ‘alaikum’.” (HR. Bukhari no. 6926)

Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Hadits di atas menunjukkan bahwa ada perbedaan menjawab salam orang muslim dan orang kafir. Ibnu Battol berkata, “Sebagian ulama berpendapat bahwa membalas salam orang kafir adalah wajib berdasarkan keumuman ayat (yaitu surat An Nisa ayat 86, pen). Telah shahih dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata, “Jika ada yang mengucapkan salam padamu, maka balaslah ucapannya walau ia seorang Majusi.” Demikian pendapat Asy Sya’bi dan Qotadah. Namun Imam Malik dan jumhur (mayoritas ulama) melarang demikian. Atho’ berkata, “Ayat (yaitu surat An Nisa’ ayat 86) hanya khusus bagi kaum muslimin. Jadi tidak boleh menjawab salam orang kafir secara mutlak. Hadits di atas cukup menjadi alasan.” (Fathul Bari, 11: 42)

Surat An Nisa ayat 86 yang dimaksud adalah,

وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا

Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa).” (QS. An Nisa’: 86). Inilah dalil yang jadi alasan sebagian ulama (seperti Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah) bahwa jika orang kafir memberi salam ‘as salaamu ‘alaikum’, maka hendaklah dibalas dengan yang semisal, yaitu ‘wa ‘alaikumus salam’.

Keterangan: Orang kafir yang dimaksud di sini adalah setiap non muslim, baik Yahudi, Nashrani, Majusi, Hindu, Budha dan lainnya.

Ketika Bertemu Orang Kafir di Jalan
Adapun maksud hadits,

فَإِذَا لَقِيتُمْ أَحَدَهُمْ فِى طَرِيقٍ فَاضْطَرُّوهُ إِلَى أَضْيَقِهِ

Jika kalian berjumpa salah seorang di antara mereka di jalan, maka pepetlah hingga ke pinggirnya.” Yang dimaksud adalah janganlah membuka jalan pada orang kafir dalam rangka memuliakan atau menghormati mereka. Sehingga bukanlah maknanya jika kalian bertemu orang kafir di jalan yang luas, maka paksalah mereka hingga ke lubang sehingga jalan mereka menjadi sempit. Pemahaman seperti ini berarti menyakiti non muslim tanpa ada sebab. Demikian keterangan Al Munawi dalam Faidul Qodir (6: 501) yang menyanggah tafsiran sebagian ulama yang keliru.

Wallahu a’lam bish showwab. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

@ Ummul Hamam, Riyadh KSA, 15 Dzulhijjah 1432 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id

re-publish: webmoslem.blogspot.com

25 Feb 2012

Biografi Syaikh Dr. Abdurrazzaq bin Abdil Muhsin Al Badr

Nasab dan Kelahiran
Nama lengkap beliau Abdurrazaq bin Abdil Muhsin bin Hamd bin Abdil Muhsin bin Abdillah bin Hamd bin ‘Utsman Al Abbad Alu Badr. Adapun Al Abbad adalah laqb dari kakek buyut beliau, Abdullah bin Hamd, beliau ber-intisab kepadanya. Sedangkan Alu Badr merupakan sebutan untuk keturunan Alu Jalas dari Kabilah ‘Utrah salah satu kabilah Al-‘Adnaniyah. Nenek beliau adalah putri dari Sulaiman bin ‘Abdullah Alu Badr.

Beliau dilahirkan pada  tanggal 22/11/1382 H di desa Zulfi (300 km dari utara Riyadh), Provinsi Riyadh, Saudi Arabia.  Beliau tumbuh dan dewasa di desa ini dan belajar baca tulis di sekolah yang diasuh oleh ayah beliau sendiri. Keluarga beliau adalah keluarga ‘alim yang sangat perhatian pada ilmu agama. Ayah beliau, Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad hafizhahullah, adalah ulama besar ahli hadits yang diakui keilmuannya di zaman ini.

Pendidikan dan Guru
Beliau menuntut ilmu di jenjang universitas khususnya dalam bidang Aqidah sampai meraih gelar Doktoral. Beliau juga menimba ilmu dari para ulama besar Saudi Arabia, diantaranya:
  1. Ayah beliau, al-Allâmah Asy Syaikh ‘Abdul Muhsin al-‘Abbâd hafizhahullâh
  2. Al-Allamah Asy Syaikh ’Abdul ‘Aziz bin Baaz rahimahullah
  3. Al-Allamah Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah
  4. Fadhîlatusy Syaikh ‘Alî Nâshir Faqîhî hafizhahullâh
  5. Fadhîlatusy Syaikh ‘Abdullâh al-Ghunaimân hafizhahullâh
Aktivitas
Beliau adalah salah satu tim pengajar dan guru besar bidang Aqidah di Universitas Islam Madinah, Saudi Arabia. Beliau juga menjadi pengisi tetap pengajian di Masjidil Haram, yang tidak sembarang ulama diizinkan mengajar di sana. Beliau pun aktif menjadi narasumber di majelis pengajian yang disiarkan televisi dan radio Saudi Arabia. Beliau juga menjadi pengisi kajian rutin di Radio Rodja 756 AM yang diterjemahkan oleh para asatidz Indonesia yang belajar di Saudi Arabia.

Karya Tulis
  1. Fiqhu ad-Da’iyah wal Adzkâr
  2. Al-Haj wa Tahdzîbun Nufus
  3. Tadzkiratul Mu`tasî Syarh ‘Aqîdah al-Hâfizh ‘Abdil Ghanî al-Maqdisî
  4. Syarh Hâsiyah Abî Dâwud
  5. Al-Atsar al-Masyhûr ‘anil Imâm Mâlik fî Shifatil Istiwa
  6. Al-Qaulus Sadîd fîr Raddi ‘ala Man Ankara Taqsîmat Tauhîd
  7. At-Tuhfatus Sanîyah Syarh Manzhûmah Ibnu Abî Dâwud al-Ha’iyah
  8. Asbaab Ziyaadatil Imaan wa Nuqsaanihi
  9. dll.
Ceramah beliau yang direkam
  1. Syarah Qawa’idul Mutslaa
  2. Syarah Al Kaliimi ath Thayyibi
  3. Syarah Qawa’id Asma-il Husna libni Qayyim
  4. Syarah Al Haasyiyah libni Abi Daud
  5. Syarah Aqidah Abdul Ghani al Maqdisi
  6. Syarah Adabul Mufrad, Imam Al Bukhari
  7. Syarah Kitabul Fushul Fii Siratir Rasul, Ibnu Katsir
  8. dll.
Website Resmi

[Dari berbagai sumber]
Judul Asli: Biografi Syaikh Dr. Abdurrazzaq bin Abdil Muhsin Al Badr
re-publish: http://webmoslem.blogspot.com

12 Feb 2012

Kelabu di Hari Valentine or Valentine's Day

At Tauhid edisi VIII/7

Oleh: Arif Rohman Habib
Hari kasih sayang. Begitulah nama yang disematkan setiap tanggal 14 Februari ini. Pada hari yang lebih populer dengan nama hari Valentine ini, banyak kawula muda mengekspresikan rasa cinta mereka kepada kekasihnya (baca: pacarnya) dengan beragam cara..
Sejarah Kelam
Terdapat banyak versi yang menyebutkan asal-usul hari Valentine. Dari sekian banyak sumber yang beredar, hari Valentine pertama kali dijadikan hari perayaan gereja oleh Paus Gelesius I yang saat itu menjadi penguasa Romawi pada tahun 496 M. Upacara ini dinamakan Saint Valentine’s Day untuk mengenang St. Valentine yang mati pada tanggal 14 Februari. St. Valentine konon adalah seorang pendeta di masa Kaisar Claudius II. Pada masa pemerintahannya, Kaisar Claudius II melarang para tentara bujangan untuk menikah disebabkan tentara yang sudah menikah akan menjadi lembek dan lemah untuk berperang. Namun, St. Valentine melanggarnya dan diam-diam ia menikahkan banyak tentara muda sehingga ia pun ditangkap dan dan dihukum gantung pada 14 Februari 269 M (Dari berbagai sumber).

Para pembaca rahimakumullah, seorang muslim yang cemburuan terhadap agamanya niscaya tidak rela merayakan hari Valentine. Sadar atau tidak, ketika merayakan hari Valentine, berarti dia ikut melakukan penghormatan kepada orang Nasrani yang dianggap sebagai ‘pahlawan cinta’. Cukuplah dua hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berikut ini sebagai peringatan bagi setiap insan yang meyakini bahwa Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah utusan Allah dan suri tauladannya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa bertasyabbuh (menyerupai) suatu kaum maka dia termasuk bagian dari kaum tersebut” (HR. Ahmad dan Abu Dawud dengan sanad shahih). Di dalam hadits ini, terdapat ancaman keras bagi seorang muslim yang bertasyabbuh (menyerupai) kepada orang kafir. Telah diketahui bersama bahwa Hari Valentine merupakan perayaan orang-orang kafir. Oleh sebab itu, jika ada seseorang ikut merayakan hari Valentine, berarti dia telah menyerupai orang kafir.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda: “Sungguh kalian benar-benar akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, sampai-sampai jika seandainya mereka memasuki lubang dhabb (sejenis biawak) niscaya kalian akan ikuti pula”. Kami (para sahabat) bertanya “Wahai Rasulullah, (mereka itu) Yahudi dan Nasrani?”. Rasulullah menjawab “Siapa lagi?” (HR. Bukhari-Muslim).

Para pembaca rahimakumullah, di masa sekarang ini, jalan hidup Yahudi dan Nasrani mana yang tidak ditiru kaum muslimin? Mulai gaya berpakaian, gaya makan, gaya penampilan, gaya hidup, sampai gaya beragama banyak membebek kepada Yahudi dan Nasrani. Termasuk pula ketika hari Valentine. Saling memberi coklat, bunga, kado, pergi ke pesta, serta gaya hidup orang-orang Yahudi dan Nasrani lainnya banyak kita dapati pada hari tersebut. Lantas, kemana rasa ridha dan bangga kita terhadap agama Islam sehingga harus mengikuti tradisi dan kebiasaan orang kafir?

Kelabu Di Hari Valentine
Pembicaraan seputar hari Valentine umumnya tidaklah lepas dari hubungan ‘cinta’ sepasang kekasih. Terlebih di zaman sekarang, dimana rasa malu telah lenyap dari sanubari tiap insan serta syariat Islam yang telah dibuang jauh di belakang punggungnya membuat pecinta kebaikan hanya bisa mengelus dada sedih melihat kenyataan yang ada. Padahal, syari’at Islam yang mulia ini telah membuat batasan-batasan hubungan pergaulan antar lawan jenis, di antaranya sebagai berikut.

1. Islam memerintahkan untuk menundukkan pandangan ketika melihat lawan jenis yang bukan mahram
Allah ta’ala berfirman (yang artinya) “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, “Hendaklah mereka menundukkan pandanganya, dan menjaga kemaluannya (dari hal-hal yang haram); yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat”. Katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menundukkan pandangannya, dan menjaga kemaluannya (dari yang haram)”. (QS. An-Nur: 30-31).

Dari Jarir bin Abdullah radhiallahu ‘anhuma, beliau berkata “Aku bertanya kepada Rasulullah tentang pandangan yang tiba-tiba (tanpa sengaja), maka beliau menjawab, “Palingkanlah pandanganmu!” (HR. Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi)

2. Islam melarang untuk saling menyentuh dan ber-ikhtilath (campur baur) antar lawan jenis yang bukan mahram
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda “Sungguh jika kepala kalian ditusuk dengan jarum besi, hal itu lebih baik baginya daripada menyentuh seorang wanita yang tidak halal baginya” (HR. Thabrani dengan sanad hasan).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda “Telah ditetapkan bagi anak Adam bagiannya dari zina, pasti dia akan melakukannya. Kedua mata, zinanya adalah dengan memandang. Kedua telinga, zinanya adalah dengan mendengar. Lisan, zinanya adalah dengan membicarakannya. Tangan, zinanya adalah dengan memegang. Kaki, zinanya adalah dengan melangkah. Sementara qalbu berhasrat dan berangan-angan, maka kemaluanlah yang merealisasikan hal itu atau mendustakannya” (HR. Bukhari-Muslim)

3. Islam melarang untuk berkhalwat (berduaan) antar lawan jenis yang bukan mahram.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda “Jangan sekali-sekali salah seorang diantara kalian (wahai kaum pria) berdua-duaan dengan seorang wanita, karena setan akan menjadi yang ketiga” (HR. Ahmad dan Tirrmidzi dengan sanad shahih)

4. Islam menutup semua pintu yang akan menjerumuskan seseorang ke dalam perbuatan zina.
Allah ta’ala berfirman (yang artinya) “Dan janganlah kalian mendekati zina, sesungguhnya zina adalah perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk” (QS. Al Isra’ : 32).

Syaikh as Sa’di menjelaskan, “Larangan untuk mendekati zina lebih keras daripada larangan melakukannya. Karena larangan mendekati zina mencakup larangan untuk seluruh hal-hal yang akan mengantarkan dan mengajak menuju perbuatan zina.” (lihat Taisirul Karimir Rahman)

5. Allah ta’ala mengharamkan surga bagi yang membiarkan perbuatan keji dalam keluarganya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda “Ada tiga golongan yang Allah haramkan surga untuknya: pecandu khamr (minuman keras), anak yang durhaka kepada orang tuanya, serta dayyuts, yaitu orang yang membiarkan perbuatan keji terjadi di rumahnya” (HR. Ahmad dengan sanad shahih)

Para pembaca rahimakumullah, cobalah kita berpikir jujur. Larangan mana yang tidak diterjang oleh para muda-mudi ketika hari Valentine? Bahkan, pelanggaran syari’at tersebut banyak kita jumpai dalam keseharian. Berpegangan, berboncengan, berpelukan, berciuman, sampai taraf perzinaan, na’udzu billahi min dzalik. Ironisnya, para orang tua yang semestinya mencegah hal-hal buruk terjadi di tengah keluarganya justru membiarkan hal tersebut.

Di hari yang dikatakan sebagai hari ‘kasih sayang’ ini (kalaulah itu benar), seharusnya hari tersebut diliputi oleh suasana cerah yang penuh kebaikan, bukan diliputi oleh kelabu dosa dan pekatnya kemaksiatan. Tak salah jika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengkhawatirkan umat sepeninggal beliau tertimpa fitnah wanita. Beliau bersabda “Tidaklah aku tinggalkan sepeninggalku fitnah (ujian) yang lebih membahayakan kaum laki-laki daripada fitnah wanita” (HR, Bukhari-Muslim). Hanya kepada Allah-lah kita memohon pertolongan.

Ketika ‘Cinta’ Bersemi
Mungkin banyak kawula muda yang mempertanyakan bagaimana jika seseorang terlanjur jatuh cinta kepada orang lain yang sulit sekali untuk menghilangkannya. Jatuh cinta diistilahkan oleh para ulama’ dengan al-‘isyq. Ketika seseorang terkena ­al-‘isyq (mabuk cinta) kepada lawan jenis, hendaknya dia memperhatikan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berikut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda “Wahai sekalian pemuda, barangsiapa diantara kalian mampu untuk menikah, maka menikahlah. Karena menikah akan lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barang siapa yang belum mampu, maka hendaklah dia berpuasa, karena puasa adalah tameng baginya” (HR. Bukhari-Muslim).

Dalam hadits ini, Nabi memberikan jalan keluar bagi para pemuda yang tengah tinggi syahwatnya kepada lawan jenis untuk menikah, karena menikah akan menundukkan pandangannya dari hal-hal yang diharamkan dan akan menjaga kemaluannya dari perbuatan yang keji. Apabila belum mampu, jalan lain adalah dengan berpuasa, karena puasa akan meredam gejolak syahwat terhadap lawan jenis dengan sebab dia menahan diri dari makan dan minum. (lihat Taisirul ‘Allam karya Asy Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Alu Bassam).
Syaikh Muhammad bin Ibrahim Al Hamd hafizhahullah menjelaskan ada 19 cara agar seseorang dapat terbebas dari al-isyq, di antaranya yaitu:
  1. Berdoa kepada Allah dan meminta perlindungan kepada-Nya dikarenakan dia tengah tertimpa musibah berupa al-isyq.
  2. Hendaknya dia menyibukkan diri untuk perkara-perkara yang bermanfaat untuk dunia maupun akhiratnya supaya dia dapat terlupakan dari orang yang dia cintai.
  3. Senantiasa bermajelis ilmu, karena di dalamnya terdapat nasehat dan peringatan bagi setiap jiwa yang lalai dari akhiratnya.
  4. Melihat kekurangan orang yang dia cintai.
  5. Memperhatikan keadaan orang-orang yang terkena al-isyq. Betapa banyak orang yang menjadi ‘gila’ karena cinta? (disarikan dari Al-‘Isyq, Haqiqatuhu, Khathruhu, Asbabuhu, ‘Ilajuhu)
Untuk Muda Mudi
Terakhir, kami nasehatkan untuk para muda mudi untuk mengasihi dan menyayangi dirinya masing-masing. Jangan sampai dengan maksud mewujudkan rasa cinta kita kepada sang kekasih, justru bersamaan dengan itu kita tidak menyayangi diri kita sendiri, yakni dengan membenamkan diri kita kedalam ancaman Allah ta’ala berupa siksa yang keras disebabkan kita menerjang larangan-larangan-Nya. Semoga Allah ta’ala memberikan petunjuk serta menyelamatkan kita dari fitnah (ujian) ini. Wallahu a’lam bish shawab. [Arif Rohman Habib]

Tabligh Akbar Syaikh Abdurrozaq di Masjid Istiqlal Jakarta 19 Februari 2012

HADIRILAH..

Tabligh Akbar Bersama Syeikh Prof. Dr. Abdurrazaq
bin 'Abdul Muhsin Al 'Abbad Al Badr Hafidzohulloh

MENITI JALAN MERAIH KECINTAAN ALLAH

Waktu:
Ahad, 26 Rab'iul Awwal 1433H
19 Februari 2012M

Pukul: 09.00 wib - dzuhur

Tempat: Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat


Kajian ini terbuka untuk umum, bagi kaum muslimin dan muslimat.
Ajaklah seluruh keluarga, sahabat dan karib kerabat anda..

CP: 021 823 3661 , 021 7073 6543
0812 1055 891

Publikasi: http://www.webmoslem.blogspot.com

Silakan infonya disebarkan, jazaakallahu khoir

7 Feb 2012

Dauroh Syar’iyyah bersama Ustadz Dr. M. Nur Ihsan, MA. tanggal 12 Februari 2012 di masjid al-Kautsar Karawang

Tahukah anda bagaimana aqidah imam Syafi'i ? sebuah pertanyaan besar, karena umumnya kita hanya mengenal beliau dari sisi permasalahan Fiqih saja.

Hadirilah..
Dauroh Syar'iyyah

Bersama: Ustadz Dr. M. Nur Ihsan, MA

Tema:
Dialog Interaktif seputar:
Aqidah Manhaj Imam Asy Syafi'i


Hari,tgl : Ahad 19 Robi'ul awwal 1433H / 12 Feb 2012
Waktu : Ba'da Ashar s/d Isya


Tempat :
Masjid Jami' Al-Kautsar 
Dusun Sukamukti, RT.12 / RW.07
Kp. Jalitri Teluk Jambe Timur,
Karawang, Jawa Barat

Untuk Informasi hubungi:
-Abu Farros  081 282 334 919
-Abu Jilaan  081 906 673 783

-Abu Abdillah  081 513 425 439


GRATIS
Untuk Umum
Muslimin dan Muslimat


Publish: http://webmoslem.blogspot.com

5 Feb 2012

Cari Jodoh di Dunia Maya, Kesholihannya Belum Tentu Nyata

Sebelumnya kami hanya membaca nasihat seperti ini di dunia maya. Akan tetapi setelah mendengar dan melihat langsung, dan kasusnya tidak hanya satu. kami melihat bukti langsung bagaimana seorang laki-laki dan wanita, yang sudah mengenal agama dengan manhaj yang benar berdasarkan pemahaman sahabat, mereka berdua malah terjerumus dalam hal ini.Padahal kita sudah diajarkan bagaimana cara yang benar mencari jodoh yaitu dengan ta’aruf yang syar’i. Oleh karena itu maka kami coba menangkat tema ini.

Umumnya dilakukan oleh yang kurang imannya

Mungkin awalnya tidak bermaksud mencari jodoh, akan tetapi lemahnya iman yang membuatnya bermudah-mudah berhubungan dengan hubungan yang tidak halal, padahal mereka sudah mengetahui ilmunya. Inilah fenomena yang sering terjadi belakangan ini, wanita dibalik hijabnya yang tertutup rapat tetapi hijab kehormatannya tidak tertutup dibalik e-mail,inbox FB, dan SMS. Begitu juga dengan laki-laki dengan penisbatan mereka kepada, “as-salafi”, “al-atsari” dengan hiasan-hiasan status dan link berbau syar’i, akan tetapi sikap dan wara’-nya tidak menunjukkan demikian.

Hubungan laki-laki dengan wanita yang berujung cinta adalah kebahagian hati terbesar bagi manusia terutama pemuda, lebih-lebih bagi mereka yang belum pernah mecicipi sama sekali. Maka ketika bisa merasakan pertama kali sebagaimana berbuka puasa, sangat nikmat dan bahagia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

للصائم فرحتان : فرحة عند فطره و فرحة عند لقاء ربه

“Orang yang berpuasa memiliki 2 kebahagiaan: kebahagiaan ketika berbuka puasa dan kebahagiaan ketika bertemu dengan Rabb-Nya kelak” (HR. Muslim, no.1151)

Mereka yang sudah paham tentu tidak leluasa melakukannya di dunia nyata, baik karena tidak ada kesempatan ataupun malu jika ketahuan. Akan tetapi kedua hal ini hilang ketika berkecimpung di dunia maya. Mulai dari cara halus dengan menyindir dan tersirat ke arah cinta tak halal sampai dengan cara terang-terangan. Ketika mereka merasakan nikmat perasaan cinta yang berbunga-bungan maka lemahnya iman tidak bisa membendung sebagaimana berbuka puasa. Sehingga terjalinlah cinta yang tidak diperkenankan syariat bahkan sampai ke arah pernikahan.

Terkesan shalih dan shalihah di dunia maya

Jangan langsung terburu-buru menilai seseorang alim atau shalih hanya karena melihat aktifitasnya di dunia maya. Sering meng-update status-status agama, menaut link-link agama dan terlihat sangat peduli dengan dakwah. Hal ini belum tentu dan tidak menjadi tolak ukur keshalihan seseorang. Dan apa yang ada di dunia maya adalah teori, bukan praktek langsung. Bisa jadi sesorang sering menulis status agama, menaut link syar’i tetapi malah mereka tidak melaksanakannya dan melanggarnya, apalagi ada beberpa orang yang bisa menjaga image alim di dunia maya, pandai merangkai kata, pandai menjaga diri dan pandai memilih kata-kata yang bisa memukai banyak orang

Tolak ukur kita bisa menilai keshalihan seseorang secara dzahir adalah takwa dan aklaknya yang terkadang langsung bisa kita nilai dan melihatnya di dunia nyata, bukan menilai semata-mata bagaimana teorinya saja di dunia maya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ

“Bertakwalah kepada Allah di mana saja engkau berada. Iringilah kejelekan dengan kebaikan niscaya ia akan menghapuskan kejelekan tersebut dan berakhlaklah dengan manusia dengan akhlak yang baik.” (HR. Tirmidzi no. 1987 dan Ahmad 5/153. Abu ‘Isa At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih)
Syaikh  Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy rahimahullahu menjelaskan hadist ini,

فمن اتقى الله و حقق تقواه, و خالق الناس غلى اختلاف طبقاتهم بالخلق الحسن
: فقد جاز لخير كله, لآنه قام بجق الله و حقوق الغباد,
ولآنه كان من المحسنين في عبادة الله, المحسنين إلى عباد الله

“Barangsiapa bertakwa kepada Alloh, merealisasikan ketakwaannya dan berakhlak kepada manusia -sesuai dengan perbedaan tingkatan mereka- dengan akhlak yang baik, maka ia medapatkan kebaikan seluruhnya, karena ia menunaikan hak hak Alloh dan Hamba-Nya. [Bahjatu Qulubil Abror hal 62, cetakan pertama, Darul Kutubil ‘ilmiyah]

Tidak amanah ilmiyah

Ada juga yang ingin nampak alim dan berilmu di dunia maya dengan niat yang tidak ikhlas [Alhamdulillah ini cukup sedikit]. Selain cara-cara di atas seperti update status agama setiap jam, menaut link beberapa kali sehari, membuat note setiap hari [waktunya sangat terbuang di dunia maya]. Ada cara lainnya yaitu tidak melakukan amanat ilmiyah misalnya:

-membuat note hampir tiap hari dengan copas dari tulisan orang lain tetapi tidak mencantumkan sumber sehingga orang menyangka dia yang menulisnya
-membuat note dengan copas dari tulisan lainnya, kemudian mengubah-ubah sedkit atau menambah komentar sedikit kemudian menisbatkan tulisan pada dirinya.

Dan masih banyak contoh yang lainnya, silahkan baca Menunaikan Amanah Ilmiyah dan Jujur Dalam Tulisan
Maka tidak heran ada yang mengaku pernah bertemu dengan seseorang yang di dunia maya terkesan sangat alim dan berilmu. Namun tatkala bertemu di dunia nyata, ternyata ia jauh dari apa yang ia sandiwarakan di dunia maya. Jauh dari ilmu, akhlak dan takwa.

Perlu husnudzan juga

Kita perlu mengedapankan husnudzon juga, karena ada mereka yang memang kerjanya berhubungan dengan dunia internet seperti ahli IT dan berdagang via internet. Jadi mereka sangat memanfaatkan kesempatan tersebut untuk berdakwah mengingat sekarang dunia maya sangat digandrungi oleh masyarakat dunia. Sebaiknya kita jangan berburuk sangka kepada mereka dengan mengira sok alim, sok update status bahasa arab, sok serba syar’i dan sok suci. Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيراً مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu dosa. (QS al-Hujuraat: 12)

Kita juga perlu melihat panutan para ulama dan ustadz, mereka lebih sibuk dan lebih memprioritaskan dengan ilmu dan dakwah di dunia nyata, karena kita hidup di dunia nyata. Ilmu dan dakwah di dunia maya adalah prioritas kemudian setelah ilmu dan dakwah di dunia nyata.

Terperdaya dengan cinta dunia maya

Dan mereka yang tidak kuat imannya, terperdaya sekaligus dengan hubungan tak halal yang mereka lakukan, mereka sudah terperangkap cinta. maka semakin lengkap sudah, mereka melihatnya sebagai sebuah keindahan tiada tara sampai-sampai menutup beberapa kekurangan yang harusnya menjadi pertimbangan paling terdepan yaitu agama dan ahklak.

Keindahan bisa membuat jatuh cinta…
Dan cinta bisa membuat segalanya menjadi indah…

Seorang penyair berkata,

هويتك إذ عينى عليها غشاوة … فلما انجلت قطعت نفسي ألومها

“Kecintaanku kepadamu menutup mataku
Namun ketika terlepas cintaku, semua aibmu menampakkan diri”

[[Al-Jawabul Kaafi 214, Darul Ma’rifah, cetakan pertama, Asy-Syamilah]

Inilah salah satu yang dikhawatirkan, karena cinta sudah menancap tidak peduli lagi, padahal kenal hanya di dunia maya, kemudian memutuskan untuk ketemu, ta’aruf ala kadar dan menikah. untuk mengetahui bagaimana kehidupan dunianya saja sulit, bagaimana wajah aslinya [walaupun tukar foto, maka foto sekarang bisa berbalik 180 derajat dengan aslinya], bagaimana masa depannya dan bagaimana tanggung jawabnya, apalagi untuk mengetahui agama dan akhlaknya yang menjadi prioritas utama, walaupun terkesan shalih tetapi sekali lagi itu hanya di dunia maya, belum tentu.

Wanita korban utama

Jelas wanita yang lebih menjadi korban, karena wanita umumnya memiliki hati yang lemah, lemah dengan pujian, lemah dengan perhatian, lemah dengan kata-kata puitis. Bisa kita lihat di berita-berita bagaiaman wanita tidak sedikit yang menjadi korban, baik korban kejahatan, pelecehan seksual sampai pemerkosaan oleh teman yang ia kenal di dunia maya.

Begitu juga dengan wanita penuntut ilmu agama, mengingat pentingnya agama dan akhlak suami, sampai-sampai ada yang berkata, “agama istri mengikuti suaminya, jika ada wanita yang multazimah menikah dengan laki-laki yahudi, maka ia akan terpengaruh”. Jika wanita tersebut terjerumus dengan cinta di dunia maya dan sudah tertancap cinta dan sudah tertutup kekurangan laki-laki tersebut dengan cinta buta.

Sebagaimana kisah nyata yang kami dapatkan, mereka berdua kenal di dunia maya, kemudian sang laki-laki dari kota yang jauh menyebrang dua pulau datang untuk bertemu ke kota wanita tersebut. Maka sang wanita yang sudah terperangkap cinta, langsung “klepek-klepek” dengan sedikit pengorbanan laki-laki tersebut dan langsung ingin menikah. Padahal lak-laki tersebut, wajahnya kurang, porsi tubuh juga kurang, ilmu agama juga belum jelas, dan masa depan juga masih belum jelas karena hanya lulusan SMA. [Semoga mereka berdua bertaubat dan selalu berada dalam penjagaan Allah, Amin]

Jangan memulai sesuatu yang suci dengan kemurkaan Allah

Pernikahan dan membangun rumah tangga adalah sesuatu yang suci dan anjuran syariat. Dari pernikahan berawal segala sesuatu dan mengubah kehidupan seseorang dengan perubahan yang besar. Kemudian dari pernikahan lahirnya manusia, lahirlah masyarakat dan lahir berbagai perihal kehidupan. Maka janganlah kita memulainya dengan kemurkaan dan ketidakridhaan dari Allah. Jangan kita mulai dengan hubungan yang tidak halal. Karena ia adalah dasar dan pondasinya.

Hendaklah yakin dengan janji Allah dan bersabar dengan ta’aruf yang syar’i, perbaiki diri dan tingkatkan kualitas ilmu, iman, akhlak dan takwa maka kita akan mendapat pasangan yang baik. Allah Ta’ala berfirman,

الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ

“Wanita-wanita yang keji untuk laki-laki yang keji. Dan laki-laki yang keji untuk wanita-wanita yang keji pula. Wanita-wanita yang baik untuk laki-laki yang baik. Dan laki-laki yang baik untuk wanita-wanita yang baik pula.” (QS. An Nur: 26)

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.

Disempurnakan di Lombok, pulau seribu masjid
6 Shafar 1432 H, Bertepatan  31 Desember 2011
Penyusun: Raehanul Bahraen
Sumber: http//muslimafiyah.com


Sharing via: